Kamis, 21 April 2016

CONTOH KASUS ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

Nama Kelompok :
Vicky Andria Rabbi(2C214019)
Tina Aprilia(2A214775)
Syahri Fadjrin(2A214578)
Vidya Asteria(2C214036)
Kelas : 2EB02

Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
       A.      KASUS PERTAMA
Perusahaan telekomunikasi A menguasai pasar sebesar 30% dari seluruh penduduk Indonesia. Sedangkan perusahaan telekomunikasi B menguasai pasar sebesar 28% dari seluruh penduduk Indonesia. Sisanya ditempati oleh perusahaan telekomunikasi C,D,E dan lainnya.
Ketika perusahaan A bermaksud untuk mengambil alih saham dalam perusahaan B, maka perusahaan A bisa dikatakan memiliki posisi dominan dengan mengendalikan pasar sebesar 58% dari seluruh penduduk Indonesia. Jauh lebih besar dibanding dengan perusahaan telekomunikasi lainnya. Dengan keadaan ini, bisa saja perusahaan A menyalahgunakan posisi dominannya dalam struktur pasar dengan mengatur tarif telepon lebih tinggi atau layanan lainnya dengan harga jauh di atas harga pasar.
Lalu apa yang menjadi parameter bagi KPPU?
Dalam konteks akuisisi, Pasal 5 PP No. 57/2010 mengatur bahwa pengambilalihan saham perusahaan lain yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu wajib diberitahukan secara tertulis kepada KPPU paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal telah berlaku efektif secara yuridis pengambilalihan saham perusahaan. Ketentuan ini juga berlaku sama untuk penggabungan atau peleburan badan usaha.
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1.       Tolok Ukur Jumlah Tertentu
Jumlah tertentu yang dimaksud dalam Pasal 5 di atas adalah apabila nilai aset mencapai Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar Rupiah) dan/atau nilai penjualan sebesar Rp5.000.000.000.000 (lima triliun Rupiah). Khusus untuk bidang perbankan, kewajiban penyampaian pemberitahuan secara tertulis baru berlaku apabila nilai aset melebihi Rp20.000.000.000.000,00 (dua puluh triliun Rupiah).

Nilai aset dan/atau nilai penjualan di atas dihitung berdasarkan penjumlahan kedua perusahaan, yaitu jumlah nilai aset dan/atau nilai penjualan baik oleh pengakuisisi maupun yang diakuisisi. Jadi, bisa saja di awal perusahaan pengakuisisi belum memiliki nilai aset ataupun nilai penjualan hingga batas minimal jumlah tersebut. Kemudian setelah dijumlahkan dengan nilai aset atau nilai penjualan perusahaan yang diakuisisi menjadi senilai dengan batasan jumlah tertentu di atas. Maka perusahaan pengakuisisi wajib menyampaikan pemberitahuan ke KPPU.
Hal ini juga berlaku apabila sedari awal, perusahaan pengakuisisi sudah memiliki nilai aset lebih dari dua triliun lima ratus miliar Rupiah. Terlebih lagi jika ia mengakuisisi perusahaan lain. Jelas-jelas bertambah bukan? Maka ia diwajibkan oleh hukum untuk memberitahukan KPP
2.       Jangka Waktu Pemberitahuan 
Untuk kewajiban ini perusahaan memiliki waktu 30 hari kerja sejak tanggal telah berlaku efekti secara yuridis transaksi yang dimaksud. Dalam hal ini apabila seluruh proses akuisisi telah berlaku secara efektif. Perlu diperhatikan, jangka waktu ini bukanlah 30 hari kalender tetapi 30 hari kerja. Walaupun berarti jangka waktu penyampaian cukup lama, harus tetap berhati-hati. Lebih baik jika perusahaan Anda bisa segera menyampaikannya. Kalau tidak, perusahaan Anda akan membuang biaya yang cukup besar untuk membayar sanksi denda administratif sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan denda administratif secara keseluruhan paling tinggi sebesar Rp25.000.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar Rupiah).
3.       Tanggal Berlaku Efektif secara Yuridis
Nah, bagaimana untuk menentukan tanggal berlaku secara yuridis suatu pengambil alihan atau akuisisi? Kita perlu jeli kapan pengambilalihan secara yuridis sudah bisa dikatakan telah berlaku. Berbeda dengan jual beli saham biasa, selain sudah adanya pemindahan hak atas saham yang dibuktikan dengan adanya Akta Pengambilalihan Saham. Juga Perusahaan diwajibkan untuk melakukan pengumuman koran sekali lagi (yang pertama adalah pengumuman koran rencana pengambilalihan) untuk memberitahukan pengambilalihan sudah dilakukan. Dari sisi administratif juga perusahaan diwajibkan menyampaikan perubahan susunan pemegang saham, pengurus perusahaan serta perubahan-perubahan Anggaran Dasar terkait yang diperlukan lainnya kepada Kementerian Hukum dan HAM.
Secara yuridis, terdapat perubahan Anggaran Dasar yang membutuhkan persetujuan Kementerian Hukum dan HAM. Hal ini dilakukan apabila pengambilalihan juga berakibat pada adanya perubahan-perubahan pengambilan keputusan di level Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi maupun Dewan Komisaris. Misalnya: adanya tambahan jumlah anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris, perubahan kuorum RUPS, perubahan kebijakan penarikan dividen tiap tahun dan lainnya. Lebih lengkapnya bisa merujuk ketentuan Pasal 21(2) UUPT. Dalam hal ini, perubahan secara yuridis baru berlaku sejak tanggal persetujuan Kementerian Hukum dan HAM.
Secara yuridis, terdapat pula perubahan Anggaran Dasar yang tidak membutuhkan persetujuan melainkan hanya perlu penyampaian pemberitahuan kepada Kementerian Hukum dan HAM. Perubahan itu mencakup perubahan Anggaran Dasar di luar dari yang disebutkan dalam Pasal 21(2) UUPT, seperti yang diatur dalam Pasal 21(3) UUPT.
Selain dari kedua hal tersebut di atas, juga ada perubahan data perusahaan yang bukan termasuk perubahan Anggaran Dasar. Perusahaan juga diwajibkan menyampaikan perubahan data perseroan tersebut kepada Kementerian Hukum dan HAM. Lebih jelasnya, lihat Pasal 29(3)(c) UUPT.
Untuk penerimaan pemberitahuan, secara yuridis, perubahan Anggaran Dasar mulai berlaku sejak tanggal diterbitkan surat penerimaan pemberitahuan oleh Menteri Hukum dan HAM. Ketentuan ini bisa ditentukan lain sepanjang undang-undang menentukan hal lain.
Namun, kami sarankan, daripada Anda bingung kapan sebaiknya Anda mulai melaporkan kepada KPPU, ada baiknya Anda juga konsultasikan kepada tim legal Anda atau konsultan hukum Anda yang membantu proses akuisisi perusahaan Anda agar memperhatikan juga aspek persaingan usaha yang sehat dalam transaksi akuisisi.
      B.      KASUS KEDUA
Kasus Bank Century
Krisis yang dialami Bank Century bukan disebabkan karena adanya krisis global, tetapi karena disebakan permasalahan internal bank tersebut. Permasalahan internal tersebut adalah adanya penipuan yang dilakukan oleh pihak manajemen bank terhadap nasabah menyangkut Penyelewengan dana nasabah hingga Rp 2,8 Trilliun (nasabah Bank Century sebesar Rp 1,4 Triliun dan nasabah Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia sebesar Rp 1,4 Triliiun) Penjualan reksa dana fiktif produk Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia. Dimana produk tersebut tidak memiliki izin BI dan Bappepam LK.
Kedua permasalahan tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi nasabah Bank  Century. Dimana mereka tidak dapat melakukan transaksi perbankan dan uang mereka pun untuk sementara tidak dapat dicairkan. Kasus Bank Century sangat merugikan nasabahnya. Dimana setelah Bank Century melakukan kalah kliring, nasabah Bank Century tidak dapat melakukan transaksi perbankan baik transaksi tunai maupun transaksi nontunai. Setelah kalah kliring, pada hari yang sama, nasabah Bank Century tidak dapat menarik uang kas dari ATM Bank Century maupun dari ATM bersama. Kemudian para nasabah mendatangi kantor Bank Century untuk meminta klarifikasi kepada petugas Bank. Namun, petugas bank tidak dapat memberikan jaminan bahwa besok uang dapat ditarik melalui ATM atau tidak. Sehingga penarikan dana hanya bisa dilakukan melalui teller dengan jumlah dibatasi hingga Rp 1 juta.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran nasabah terhadap nasib dananya di Bank Century. Setelah tanggal 13 November 2008, nasabah Bank Century mengakui transksi dalam bentuk valas tidak dapat diambil, kliring pun tidak bisa, bahkan transfer pun juga tidak bisa. Pihak bank hanya mengijinkan pemindahan dana deposito ke tabungan dolar. Sehingga uang tidak dapat keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua nasabah Bank Century. Nasabah bank merasa tertipu dan dirugikan dikarenakan banyak uang nasabah yang tersimpan di bank namun sekarang tidak dapat dicairkan. Para nasabah menganggap bahwa Bank Century telah memperjualbelikan produk investasi ilegal. Pasalnya, produk investasi Antaboga yang dipasarkan Bank Century tidak terdaftar di Bapepam-LK. Dan sudah sepatutnya pihak manajemen Bank Century mengetahui bahwa produk tersebut adalah illegal.
Hal ini menimbulkan banyak aksi protes yang dilakukan oleh nasabah. Para nasabah melakukan aksi protes dengan melakukan unjuk rasa hingga menduduki kantor cabang Bank Century. Bahkan para nasabah pun melaporkan aksi penipuan tersebut ke Mabes Polri hingga DPR untuk segera menyelesaikan kasus tersebut, dan meminta uang deposito mereka dikembalikan. Selain itu, para nasabah pun mengusut kinerja Bapepam-LK dan BI yang dinilai tidak bekerja dengan baik. Dikarenakan BI dan Bapepam tidak tegas dan menutup mata dalam mengusut investasi fiktif Bank Century yang telah dilakukan sejak tahun 2000 silam. Kasus tersebut pun dapat berimbas kepada bank-bank lain, dimana masyarakat tidak akan percaya lagi terhadap sistem perbankan nasional. Sehingga kasus Bank Century ini dapat merugikan dunia perbankan Indonesia.
Solusi Kasus Bank Century
Dari sisi manager Bank Century menghadapi dilema dalam etika dan bisnis. Hal tersebut  dikarenakan manager memberikan keputusan pemegang saham Bank Century kepada Robert  Tantular, padahal keputusan tersebut merugikan nasabah Bank Century. Tetapi disisi lain,  manager memiliki dilema dimana pemegang saham mengancam atau menekan karyawan dan manager untuk menjual reksadana fiktif tersebut kepada nasabah. Manajer Bank Century harus memilih dua pilihan antara mengikuti perintah pemegang saham atau tidak mengikuti perintah tersebut tetapi dengan kemungkinan dia berserta karyawan yang lain terkena PHK. Dan pada akhirnya manager tersebut memilih untuk mengikuti perintah pemegang saham dikarenakan manager beranggapan dengan memilih option tersebut maka perusahaan akan tetap sustain serta melindungi karyawan lain agar tidak terkena PHK dan sanksi lainnya. Walaupun sebenarnya  tindakan manager bertentangan dengan hukum dan etika bisnis. Solusi dari masalah ini sebaiknya manager lebih mengutamakan kepentingan konsumen yaitu nasabah Bank Century. Karena salah satu kewajiban perusahaan adalah memberikan jaminan produk yang aman. Dari sisi pemegang saham yaitu Robert Tantular, terdapat beberapa pelanggaran etika bisnis,
yaitu memaksa manajer dan karyawan Bank Century untuk menjual produk reksadana dari Antaboga dengan cara mengancam akan mem-PHK atau tidak memberi promosi dan kenaikan gaji kepada karyawan dan manajer yang tidak mau menjual reksadana tersebut kepada nasabah. Pelanggaran yang terakhir adalah, pemegang saham mengalihkan dana nasabah ke rekening pribadi. Sehingga dapat dikatakan pemegang saham hanya mementingkan kepentingan pribadi dibanding kepentingan perusahaan, karyawan, dan nasabahnya (konsumen).
Solusi untuk pemegang saham sebaiknya pemegang saham mendaftarkan terlebih dahulu produk reksadana ke BAPPEPAM untuk mendapat izin penjualan reksadana secara sah. Kemudian, seharusnya pemegang saham memberlakukan dana sabah sesuai dengan fungsinya (reliability), yaitu tidak menyalah gunakan dana yang sudah dipercayakan nasabah untuk kepentingan pribadi. Dalam kasus Bank Century ini nasabah menjadi pihak yang sangat dirugikan. Dimana Bank Century sudah merugikan para nasabahnya kurang lebih sebesar 2,3 trilyun. Hal ini menyebabkan Bank Century kehilangan kepercayaan dari nasabah. Selain itu karena dana nasabah telah disalahgunakan maka menyebabkan nasabah menjadi tidak sustain, dalam artian  ada nasabah tidak dapat melanjutkan usahanya, bahkan ada nasabah yang bunuh diri dikarenakan hal ini.
Solusi untuk nasabah sebaiknya dalam memilih investasi atau reksadana nasabah diharapkan untuk lebih berhati-hati dan kritis terhadap produk yang akan dibelinya. Jika produk tersebut adalah berupa investasi atau reksadana, nasabah dapat memeriksa kevalidan produk tersebut dengan menghubungi pihak BAPPEPAM.
Dikarenakan kasus ini kinerja BI dan BAPPEPAM sebagai pengawas tertinggi dari bank-bank nasional menjadi diragukan, karena BI dan BAPPEPAM tidak tegas dan lalai dalam memproses kasus yang menimpa Bank Century. Dimana sebenarnya BI dan BAPPEPAM telah mengetahui keberadaan reksadana fiktif ini sejak tahun 2005. Untuk Bank-bank nasional lainnya pengaruh kasus Bank Century mengakibatkan hampir terjadinya efek domino dikarenakan masyarakat menjadi kurang percaya dan takut bila bank-bank nasional lainnya memiliki “penyakit” yang sama dengan Bank Century dikarenakan krisis global, dengan kata lain merusak nama baik bank secara umum. Solusi untuk BI dan BAPPEPAM sebaiknya harus lebih tegas dalam menangani dan mengawasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh bank-bank yang diawasinya. Selain itu sebaiknya mereka lebih sigap dan tidak saling melempar tanggung jawab satu sama lain. Dan saran untuk Bank Nasional lainnya, sebaiknya bank-bank tersebut harus lebih memperhatikan kepentingan konsumen atau nasabah agar tidak terjadi kasus yang sama.
      C.      KASUS KETIGA
Internet sudah merupakan bagian dari kehidupan yang menghubungkan setiap bagian dari kehidupan kita. Internet merupakan bagian dari mekanisme telekomunikasi yang bersifat global yang fungsinya menjadi jembatan bebas hambatan informasi.
                Perkembangan dunia maya tersebut ternyata membuat dan menciptakan berbagai kemudahan dalam hal menjalankan transaksi, dunia pendidikan, perdagangan, perbankan serta menciptakan jutaan kesempatan untuk menggali keuntungan ekonomis. Peperangan antara Microsoft dengan departemen Antitrust, dimana perusahaan milik Bill Gates dianggap melanggar ketentuan tentang hukum antimonopoli, sehubungan dengan program terbaru Microsoft tahun 1998, dituduh dapat merugikan pihak lain karena program “browser” yang dapat digunakan untuk menjelajah dunia maya itu melekat didalamnya.
Perkembangan teknologi informasi (TI) yang demikian cepat tidak hanya menciptakan berbagai kemudahan bagi pengguna, tapi juga membuka sarana baru berbagai modus kejahatan. Ironisnya, dari hari ke hari, cybercrime kian meningkat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Meski  penetrasi TI masih rendah, nama Indonesia ternyata begitu populer dalam kejahatan di dunia maya ini. Berdasarkan data Clear Commerce, tahun 2002 lalu Indonesia berada di urutan kedua setelah Ukraina sebagai negara asal carder (pembobol kartu kredit) terbesar di dunia.
Microsoft dikenal sebagai penyedia software-software proprietary, yang artinya, perusahaan akan menutup rapat kode programnya dan mengelolanya secara rahasia. Di lain pihak, Red Hat adalah distributor Linux yang merupakan software open source. Software jenis ini bisa dilihat kode programnya, pengguna juga bebas memodifikasi dan mendistribusikannya kembali ke orang lain. Red Hat Enterprise Linux, menurut Manager Produk Red Hat, dinilai sebagai contoh proyek open source yang paling sukses yang pernah dijual secara komersil.
Microsoft belum menunjukkan tanda-tanda akan meredupkan semangatnya untuk berkompetisi. Tapi, sudah menunjukkan kemauan bekerjasama dengan rivalnya. Salah satu contoh yang bisa dibilang penting adalah kerjasama dengan Sun Micrsystems pada bulan April 2004. Kerjasama tersebut menelurkan kesepakatan anti-monopoli antara Microsoft dengan Sun, dan keduanya sepakat untuk berbagi hak paten dan menjamin bahwa produk-produk dari kedua perusahaan tersebut bisa berinteroprasi. Microsoft juga telah menyelesaikan kasus anti-monopoli dengan perusahaan pembuat software seperti Burst.com, Novell dan America Online milik Time Warner.

SUMBER :