Kamis, 21 Januari 2016


Langkanya Kejujuran Dalam Pendidikan - Kejujuran tengah hangat diperbincangkan saat ini. Sifat yang sangat diharapkan dan diteladani untuk menjalani kehidupan. Tapi siapa sangka sifat ini menjadi sebuah barang langka dan bila dia muncul dengan tiba-tiba akan mencuat bagai banjir yang ingin menghanyutkan segalanya, banyak orang takut, menghindari, membenci, dan mengecamnya. Tapi bukankah kita tahu dan memahami bahwa itu semua karena ulah manusia sendiri, Sang Pencipta sudah memberikan sumber daya alam yang begitu melimpah, alam yang indah dan mempesona, bahkan apapun yang kita butuhkan sandang, pangan, papan, dan obat sekalipun telah tersedia. Tapi apa yang dilakukan oleh insan penuh khilaf kita hanya bisa menikmati tanpa melihat akibat yang akan timbul dari itu semua. Bukankah banjir yang kita kecam itu semua ulah sosok tak bertanggung jawab.


Banjir itu bagaikan ancaman keamanan bagi pihak-pihak yang mendukung “mencontek massal” yang tengah aktual saat ini. Seorang anak karena kejujurannya telah menjadi korban masyarakat tak beradab. Sebuahkejujuran dari seorang anak yang ingin mengikuti suara hati, tidak mengikuti instruksi untuk memberikan contekan kepada teman-temannya. Dan hal ini dilaporkan orangtuanya kepada pihak yang berwajib. Tapi apa yang mereka dapat dari lingkungan sekitar ia dan keluarganya ocehan, makian, omelan bahkan pengusiran tempat tinggal. Sungguh ini adalah kenyataan yang tak dapat dipercaya sebuah kejujuran yang mendatangkan bencana.
Mungkin itu hanya salah satu contoh yang terungkap, berapa banyak lagi fakta-fakta yang serupa tapi tak terekspos dalam media. Mencontek massal yang dilakukan banyak sekolah sebenarnya tidak luput dari sebuah kasih sayang dan kepedulian seorang guru kepada buah hatinya di sekolah yaitu murid-murid tercinta.
Mereka melakukan itu karena mengetahui akan kemampuan buah hati sehingga mengambil jalan yang tak patut dicontoh. Sikap yang sangat dihindari dan dijauhi oleh kalangan para pendidik yaitu mencontek karena ini sama saja pembohongan kemampuan anak yang akan berakibat kurang baik terhadap keberhasilan anak dalam mencapai kesuksesan dengan kemurnian potensinya. Tetapi aplikasi dari kasih sayang ini tidak dapat dibenarkan karena telah membohongi banyak kalangan. Mau jadi apa bangsa ini bila kelahiran bangsanya berawal daripendidikan mencontek. Mengawali kesuksesan dengan pencurian, pencurian yang dilakukan tanpa merasa berdosa karena dilakukan banyak orang dan diinstruksikan oleh orang yang biasa mereka teladani sehari-harinya.
Melihat semua ini kita tidak bisa menyalahkan generasi penerus bila mereka tak bertanggung jawab dengan kesuksesannya karena generasi sekaranglah yang merancang semua itu.
Akan jadi apa pendidikan di Indonesia bila semua ini dibiarkan, apakah cukup hanya dengan membicarakan tanpa aksi yang nyata. Sungguh kesuksesan adalah harapan yang didambakan semua orang tapi hal ini akan terwujud dengan baik bila diawali dengan yang baik pula. Kejujuranadalah tingkat kecerdasan emosi seseorang. Orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi belum tentu memiliki kecerdasan emosi yang tinggi pula. Ini terbukti dengan para wakil rakyat yang memiliki intelektual tinggi tetapi tidak diikuti dengan emosi yang cerdas sehingga banyak orang yang tak bisa mengendalikan kecerdasannya.
Lalu apa yang harus kita lakukan dengan pendidikan di Indonesia? “Membudayakan mencontekkah dengan harapan kesuksesan yang cepat atau membudayakan kejujuran meraih kesuksesan melalui sebuah proses dengan harapan generasi yang jujur dan berpotensi tinggi???




Tidak ada komentar:

Posting Komentar