Rabu, 30 Maret 2016

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

Nama Kelompok :
    1.     Vicky Andria Rabbi(2C214019)
    2.     Tina Aprilia(2A214775)
    3.     Syahri Fadjrin(2A214578)
    4.     Vidya Asteria(2C214036)

2EB02

Anti monopoli dan persaingan tidak sehat

   1.   Pengertian

Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
      Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

   2.   Azaz dan Tujuan
Menurut Undang - undang Republik Indonesia no.5 tahun 1999 tentang larangan praktek mnopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Pasal 3
Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk :
  a.      Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai  salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
  b.   Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil
  c. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha
  d. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha

   3.   Perjanjian yang dilarang
Perjanjian yang dilarang, misalnya praktek oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, dan lain-lain yang diatur dalam pasal 4 sampai pasal 16 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU 5/1999”)
PERJANJIAN YANG DILARANG
Bagian Pertama
Oligopoli
Pasal 4
  1.      Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
  2.      Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian Kedua
Penetapan Harga
Pasal 5
  1.      Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
  2.      Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.

Pasal 6
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.

Pasal 7
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 8
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Bagian Ketiga
Pembagian Wilayah
Pasal 9
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Bagian Keempat
Pemboikotan
Pasal 10
 1.      Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
  2.      Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut:
a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau
b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang    dan atau jasa dari pasar bersangkutan.

Bagian Kelima
Kartel
Pasal 11
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Bagian Keenam
Trust
Pasal 12
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Bagian Ketujuh
Oligopsoni
Pasal 13
  1.      Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
 2.      Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian Kedelapan
Integrasi Vertikal
Pasal 14
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

Bagian Kesembilan
Perjanjian Tertutup
Pasal 15
  1.      Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
  2.      Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.  
  3.      Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok: harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

Bagian Kesepuluh
Perjanjian Dengan Pihak Luar Negeri
Pasal 16
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

    4.   Kegiatan yang dilarang
Kegiatan yang dilarang, misalnya praktek monopoli, praktek monopsoni, persekongkolan, dan sebagainya. (pasal 17 sampai pasal 24 UU No 5 Tahun 1999)
Bagian Pertama
Monopoli
Pasal 17
  1.      Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
  2.      Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a.       barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b.      mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang  dan atau jasa yang sama; atau
c.       satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian Kedua
Monopsoni
Pasal 18
  1.      Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
  2.      Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian Ketiga
Penguasaan Pasar
Pasal 19
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:
     a.       menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan  usaha yang sama pada pasar bersangkutan
    b.      mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 21
Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Bagian Keempat
Persekongkolan
Pasal 22
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 23
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 24
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.

    5.   Hal – Hal yang dikecualikan dalam UU Anti Monopoli

Pasal 50
Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:
  a.       perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku
  b.      perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba
  c.       perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan
  d.      perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan
  e.       perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas
f.       perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia
  g.      perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri
  h.      pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil
i.        kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.

Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.

    6.   Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Untuk mencegah adanya praktik monopoli dan persaingan tidak sehat dikalangan pelaku usaha, maka UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pemerintah membentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang betugas menilai apakah suatu perjanjian atau kegiatan usaha bertentangan dengan UU No. 6 Tahun 1999. KPPU  merupakan suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain dan  bertanggung jawab kepada Presiden (pasal 30 UU No. 5 Tahun 1999).
Dalam menilai apakah dalam suatu merger telah terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, KPPU berpedoman pada Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa penilaian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”) mengenai apakah suatu akusisi mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat dengan melakukan analisa sebagai berikut:
1)      Konsentrasi pasar artinya menilai apakah akuisisi dapat mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat.
2)      Hambatan masuk pasar artinya mengidentifikasi hambatan masuk pasar (entry barrier) dalam pasar yang bersangkutan. Apabila  di pasar eksistensi  entry barrier rendah maka akuisisi cenderung tidak menimbulkan dugaan praktik monopoli, namum dengan eksistensi hambatan masuk pasar yang tinggi berpotensi menimbulkan dugaan praktik monopoli
3)      Potensi perilaku anti persaingan artinya penilaian jika akuisisi melahirkan satu pelaku usaha yang relatif dominan terhadap pelaku usaha lainnya di pasar, memudahkan pelaku usaha tersebut untuk menyalahgunakan posisi dominannya untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan dan mengakibatkan kerugian konsumen..
4)      Efisiensi yaitu penilaian jika akusisi dilakukan dengan alasan untuk efisiensi perusahaan. Dalam hal ini, perlu dilakukan perbandingan antara efisiensi yang dihasilkan dengan dampak anti-persaingan yang dicapai dalam merger tersebut. Jika nilai dampak anti-persaingan melampaui nilai efisiensi yang dihasilkan akusisi, maka persaingan yang sehat akan lebih diutamakan dibanding mendorong efisiensi bagi pelaku usaha.
5)      Kepailitan artinya yaitu  penilaian jika akusisi dilakukan dengan alasan menghindari terhentinya badan usaha tersebut beroperasi di pasar. Apabila badan usaha tersebut keluar dari pasar dan menyebabkan kerugian konsumen lebih besar, maka akusisi tersebut tidak berpotensi menimbulkan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

    7.   SANKSI

SANKSI
Bagian Pertama
Tindakan Administratif
Pasal 47
    1.      Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administrative terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
2.   Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a.       penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16
b.      perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertical sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
c.       perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat
d.      perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan
e.       penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
f.       penetapan pembayaran ganti rugi
g.      pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).

Bagian Kedua
Pidana Pokok
Pasal 48
  1.      Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
  2.      Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
  3.      Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama lamanya 3 (tiga) bulan.

Bagian Ketiga
Pidana Tambahan
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
  a.       pencabutan izin usaha
  b.      larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun
  c.       penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

Referensi         :
UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Sumber            :

http://www.kppu.go.id/docs/UU/UU_No.5.pdf













Tidak ada komentar:

Posting Komentar