BAB XII
Isu Etika Signifikan dalam Dunia Bisnis dan Profesi
1. Benturan
Kepentingan
Benturan kepentingan terjadi apabila
perusahaan atau pemilik perusahaan berada dalam kapasitas dan posisi yang
memungkinkannya mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan pribadi atau
perusahaan tanpa dilandasi pertimbangan yang adil dan objektif. Dalam kasus
pebisnis menduduki posisi di pemerintahan atau lembaga legislatif,
dikhawatirkan terjadi konflik kepentingan yang disebut oleh Kernaghan dan
Langford sebagai self-dealing. Bagaimanapun, benturan kepentingan tidak selalu
berasal dari kapasitas atau posisi formal pelaku bisnis dalam pemerintahan atau
legislatif. Benturan kepentingan juga dapat berasal dari kekuatan lain seperti
kekuatan keuangan dan kemampuan melobi. Banyak pelaku bisnis yang memiliki
kedua hal itu meski berada di luar pemerintahan atau lembaga legislatif.
Akibatnya, mereka bukan saja dapat terjebak dalam benturan kepentingan, namun
juga perbuatan-perbuatan tercela.
Boleh jadi memang tidak selalu ada
aturan formal yang khusus dibuat untuk mencegah terjadinya benturan
kepentingan. Namun terlepas dari ada atau tidaknya aturan formal, pelaku bisnis
hendaknya tidak hanya melihat benturan kepentingan dari aspek legal formal
semata. Harus pula dipertimbangkan masalah etika. Etika pada dasarnya adalah
standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Pelaku bisnis yang
peduli kepada etika tidak akan melakukan perbuatan yang melanggar hukum,
menghindari tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan tuntutan hukum, dan
menghindari tindakan-tindakan yang akan menghancurkan citra dan reputasi pelaku
bisnis. Namun di samping ketiga hal itu, pelaku bisnis yang peduli etika juga
akan menghindari perilaku yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, termasuk
dengan kekuasaan.
Ketidakpedulian terhadap etika bukan
hanya akan berdampak buruk bagi masyarakat, namun juga bagi perusahaan dan
pelaku bisnis sendiri, seperti anjloknya reputasi serta harus dikeluarkannya
untuk memulihkan reputasi yang hilang, yang seringkali amat mahal. Namun yang
paling sulit dikembalikan adalah hilangnya kepercayaan publik terhadap segala
tindakan yang dilakukan pelaku bisnis di masa depan.
2. Etika
Dalam tempat Kerja
Etika bisnis sangat penting untuk menciptakan lingkungan
kerja yang harmonis, serta untuk memberi citra positif pada perusahaan tempat
Anda bekerja. Ada dua hal yang terkandung dalam etika bisnis yaitu kepercayaan
dan tanggung jawab.
Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral
utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari
kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak
etis berarti menyimpang dari tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih
kepentingan sendiri dengan cara-cara yang melanggar hukum.
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang
dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya
:
a. Etika Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis terhadap
saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang bermutu atau juga
terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar, sehingga
menimbulkan citra negatif dari pihak konsumen.
b. Etika Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas etika
yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus ramah dan menghormati
hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan memperoleh
penghargaan.
c. Etika dalam hubungan dengan public
Hubungan dengan publik harus dijaga sebaik mungkin, agar
selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan public ini menyangkut
pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup. Hal ini meliputi konservasi alam, daur
ulang dan polusi. Menjaga kelestarian alam, recycling (daur ulang) produk
adalah uasha-usaha yang dapat dilakukan perusahaan dalam rangka mencegah
polusi, dan menghemat sumber daya alam.
3. Aktivitas
Bisnis Internasional – Masalah Budaya
Kepemimpinan berperan sebagai motor
yang harus mampu mencetuskan dan menularkan kebiasaaan produktif di lingkungan
organisasi. Maka dengan demikian, masalah budaya perusahaan bukanlah hanya apa
yang akan dikerjakan sekolompok individu melainkan juga bagaimana cara dan
tingkah laku mereka pada saat mengerjakan pekerjaan tersebut.
Seorang pemimpin memiliki peranan
penting dalam membentuk budaya perusahaan. Tidaklah mengherankan, bila
sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang
bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya
dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering
mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu.
Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya).
Jadi ketika perusahaan berskala
Internasional yang sudah pasti memiliki banyak karyawan membuat suatu kebijakan
yang kemudian nantinya dilaksanakan oleh karyawannya, semakin lama waktu
berjalan maka kebiasaan tersebut menjadi suatu budaya di perusahaan tersebut,
maka dari itu seharusnya sebuah peusahaan memikirkan matang-matang mengenai
kebijakan yang akan diberlakukan agar tidak menimbulkan budaya yang tidak baik
bagi perusahaan tersebut.
4. Akuntabilitas
Sosial
Akuntabilitas sosial merupakan proses keterlibatan yang
konstruktif antara warga negara dengan pemerintah dalam memeriksa pelaku dan
kinerja pejabat publik, politisi dan penyelenggara pemerintah.
Tujuan Akuntanbilitas Sosial, antara lain :
a. Untuk mengukur dan mengungkapkan
dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi masyarakat yang ditimbulkan oleh
aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan produksi suatu perusahaan
b. Untuk mengukur dan melaporkan
pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup financial
dan managerial social accounting, social auditing.
c. Untuk menginternalisir biaya sosial
dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu hasil yang lebih relevan dan
sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu perusahaan.
5. Manajemen
Krisis
Manajemen krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap
sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan
normal. Artinya terjadi gangguan pada proses bisnis ‘normal’ yang menyebabkan
perusahaan mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi yang ada, dan
dengan demikian dapat dikategorikan sebagai krisis. Kejadian buruk dan krisis
yang melanda dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk. Mulai dari bencana
alam seperti Tsunami, musibah teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya)
sampai kepada karyawan yang mogok kerja. Aspek dalam Penyusunan Rencana Bisnis.
Setidaknya terdapat enam aspek yang mesti kita perhatikan jika kita ingin
menyusun rencana bisnis yang lengkap. Yaitu tindakan untuk menghadapi :
a. Situasi darurat (emergency
response),
b. Skenario untuk pemulihan dari
bencana (disaster recovery),
c. Skenario untuk pemulihan bisnis
(business recovery),
d. Strategi untuk memulai bisnis
kembali (business resumption),
e. Menyusun rencana-rencana kemungkinan
(contingency planning), dan
f. Manajemen krisis (crisis
management).
Penanganan Krisis pada hakekatnya
dalam setiap penanganan krisis, perusahaan perlu membentuk tim khusus. Tugas
utama tim manajemen krisis ini terutama adalah mendukung para karyawan
perusahaan selama masa krisis terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis
yang terjadi terhadap operasi bisnis yang berjalan normal, dan menjalin
hubungan yang baik dengan media untuk mendapatkan informasi tentang krisis yang
terjadi. Sekaligus menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap
aksi-aksi yang diambil perusahaan sehubungan dengan krisis yang terjadi.
Kesimpulan :
Benturan
kepentingan (Conflict of Interest) adalah situasi
dimana terdapat konflik kepentingan insane perusahaan dalam memanfaatkan
kedudukan dan wewenang yang dimilikinya baik dengan sengaja maupun tidak
sengaja, dalam perusahaan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan golongannya
sehingga tugas yang diamanatkan tidak dapat dilaksanakan secara objektif dan
berpotensi merugikan perusahaan.
Etika
kerja adalah
aturan normatif yang mengandung sistem nilai dan prinsip moral yang merupakan
pedoman bagi karyawan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya dalam perusahaan.
Agregasi dari perilaku karyawan yang beretika kerja merupakan gambaran etika
kerja karyawan dalam perusahaan. Karena itu, etika kerja karyawan secara
normatif diturunkan
Budaya itu
adalah tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah laku dalam mereka melakukan
sesuatu. Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap
pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai
dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya
prilaku. Dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya prilaku yang tidak
etis.
Akuntabilitas
Sosial,
antara lain :
1. Untuk
mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi
masyarakat yang ditimbulkan oleh aktivitas yang berkaitan dengan produksi suatu
perusahaa
2. Untuk
mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya,
mencakup finansial dan manajerial akunting sosial, dan auditing sosial.
3. Untuk
menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu
hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu
perusahaan.
Manajemen
krisis adalah
respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya
operasi bisnis yang telah berjalan normal. Artinya terjadi gangguan pada proses
bisnis ‘normal’ yang menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk
mengoptimalkan fungsi-fungsi yang ada, dan dengan demikian dapat dikategorikan
sebagai krisis.
Sumber:
http://astrisridayanti.blogspot.co.id/2014/12/isu-etika-signifikan-dalam-dunia-bisnis.html
http://ariffahdhaufani.blogspot.co.id/2015/12/isu-etika-signifikan-dalam-dunia-bisnis.html
http://ariffahdhaufani.blogspot.co.id/2015/12/isu-etika-signifikan-dalam-dunia-bisnis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar